Minggu, 07 Juli 2013

CERPEN



Cerpen
        Karya: Tia Destiani
“jentik kuning”

Aku sangat membenci binatang,namun yang aku tak mengerti kenapa dirumahku begitu banyak binatang yang dipelihara, dari mulai kura-kura brazil, katak sumpit afrika, ikan mas koki, kucing persia, kelinci anggora, hingga burung perkutut. Dan yang lebih aku tak mengerti setiap aku semakin membenci binatang peliharaan ayahku itu, semua binatangnya sehat. Padahal beberapakali aku mencoba untuk membunuh ikan mas yang diberi nama si jentik, dengan cara memasukan obat nyamuk cair kedalam aquariumnya. Namun si jentik masih bisa bernafas dan melenggak-lenggokkan siripnya.
“jentik kuning, ayah mau berangkat dulu yah”. Kata ayah, sambil mengelus aquarium. Dan dibalik kaca, jentik kuning mendekat, ia seperti mengerti apa yang dikatakan ayahku padanya. Aku yang melihat kejadian itu sangat marah, dan begitu cemburu karena ayah lebih perhatian kepada jentik, kepada ikan yang tak bisa bicara itu. sedangkan aku anaknya tidak disapa sama sekali.
“akhirnya kau kutangkap”. Kataku senang, setelah berhasil menangkap jentik, dan kali ini ikan berwarna kuning itu sudah ada di dalam genggamanku. Tubuhnya sangat licin, hingga aku kesulitan memegangnya, aku bisa merasakan ia bergerak-gerak dan ingin segera kabur dari telapak tanganku, beberapakali aku melihat mulutnya terbuka dan menutup. Mungkin kalau didalam air, ia sudah bisa bisa bernafas.
“jentik, sekarang akhir hidupmu”. Kataku, aku berjalan kearah dapur, mengendap-ngendap karena takut kalau niat jelekku itu ketahuan oleh ibu, ia pasti akan memarahiku karena ia juga amat menyayangi jentik seperti ayahku. Aku melihat wajah jentik, tak terlihat wajah ketakutan, mungkin karena dia binatang, padahal aku akan melemparnya kearah jinggo kucing persia berwarna hitam. Kucing berbulu lebat itu seperti sudah tau apa yang aku bawa, hidungnya seperti mencium aroma lezat sebuah hidangan. Jinggo mendekat kearahku, mengintari kakiku. Aku bisa merasakan bulu yang sangat halus menyentuh kakiku. Kali ini kukunya yang tajam mencoba untuk meraih jentik, karena aku mulai mendekatkan jentik kehadapan jinggo.
“jentik kau tau, sebentar lagi. Aku akan melemparmu ke depan jinggo. Dan kau akan merasakan taringnya yang tajam ditubuhmu. Dan tak ada yang menolongmu karena ayah sedang kerja dan ibu sedang belanja dan aku akan melihat tubuhmu di cabik-cabik oleh jinggo. Sebenarnya aku masih ingin mempermainkan jentik namun tubuhnya yang licin membuatku tak bisa memegangnya lagi dan akhirnya ia jatuh, lalu dengan cepat jinggo mendekat kearah jentik. Aku berdiri memperhatikan jinggo dengan susah payah mencoba meraih jentik namun jentik dengan gesit meloncat-loncat membuat jinggo semakin ingin menerkamnya. Dan akhirnya ikan kecil itu kalah dan kali ini aku sedikit menutup mata karena jentik tersangkut diantara taring jinggo.
 Saat aku membuka mata, entah kenapa aku tak melihat sedikitpun cahaya, hanya kegelapan yang aku lihat, ruangan dapur tempat sebelumnya aku berdiri sudah tak terlihat lagi, tak ada lagi lemari kaca yang dipenuhi piring dan barang pecah belah, meja makan, kulkas, kompor hitam. Aku juga tak bisa melihat jentik yang sedang ketakutan karena akan menjadi santapan jinggo. Aku ketakutan, sangat ketakutan karena ruangan yang aku pijak benar-benar gelap, hingga aku berkeringat dan menahan nafas. Namun sedetik kemudian aku bisa melihat cahaya didepanku, setitik cahaya, aku berlari kearahnya. Cahaya itu bersinar semakin besar dan kali ini aku bisa melihat. Aku tak tau aku berada dimana, namun sejauh mata ini memandang yang aku lihat hanya pepohonan yang rimbun.
Aku berjalan ditanah yang basah, saat aku melihat kebawah sendal bergambar sponge bob yang aku pakai sudah dipenuhi oleh lumpur. Aku baru menyadari, aku berada di hutan yang dipenuhi oleh pohon-pohon kapuk yang tinggi menjulang, yang daunnya sangat rindang dan lebat. Aku mendekat kearah tubuh pohon itu yang ditutupi oleh lumut-lumut hijau, disisinya berbagai macam tanaman yang aku tak tahu namanya tumbuh lebat, diselingi oleh rerumputan yang basah. Aku duduk di akar pohon itu, akar yang sangat besar hingga tubuhku yang kecil merasa seperti kerdil. Aku bisa mencium aroma tanaman yang menyejukan pernafasan dan udara yang bersih yang membuat aku nyaman duduk di hutan ini. saat aku menatap dedaunan aku melihat dua kupu-kupu yang sangat cantik, yang pertama berwarna merah dengan garis kuning memanjang ditubuhnya, yang kedua berwarna hitam pekat namun tetap terlihat cantik. Kedua binatang bersayap itu mengintari tubuhku, terbang dengan pelan, salah satu dari mereka yang berwarna merah hinggap dilenganku, aku bisa merasakan ia menggerakan sayapnya yang lembut. Namun saat aku akan menangkapnya mereka terbang menjauh, aku berlari mengejar kupu-kupu itu. hingga tak terasa aku sudah menjauh dari pepohonan yang rimbun.
Kini didepanku terlihat sebuah danau yang hijau, danau itu sangat besar, beberapa rakit kayu mengapung diatasnya, aku berjalan kearah air yang tenang itu. aku mencipratkan air itu kewajahku, terasa segar dipori-pori kulitku. aku sangat senang berada di tempat yang aku tak tau namanya ini, aku merasa sudah ada disurga. Namun kesenangan itu berhenti karena aku melihat sesuatu yang besar mendekat, bergerak dibalik semak-semak. Hingga pepohonan terlihat bergerak-gerak. aku mendekat kearah suara yang mencurigakan itu, aku sangat kaget karena aku melihat jinggo, kucing kesayangan ayahku itu sangat besar bahkan berlipat-lipat ukurannya dari yang semula. Bulu yang hitam dan halus terlihat menyeramkan, karena sangat besar. aku menundukan kepala menahan takut, saat jinggo meloncat kearahku, ia mengkantupkan rahangnya, lalu membukanya pelan-pelan, memperlihatkan taring putihnya yang tajam, ia seperti siap menyerangku dengan taringnya itu, mencabik-cabik tubuhku yang kecil, tubuh seorang anak berusia 7 tahun. Aku benar-benar ketakutan dan menggigil hebat, keringat tak berhenti bercucuran dari balik dahiku. aku ingin berlari, namun langkah kakiku seperti tertahan, jinggo semakin mendekat kearahku, kali ini ia memperlihatkan kuku-kukunya yang runcing, seperti pisau tajam yang siap mencabik tubuhku.
“bagaimana ini, kenapa jinggo bisa sebesar itu, ia seperti raksasa. Tolong...tolong”. terikku, kali ini aku berlari sekuat mungkin, menjauh dari kukunya yang runcing. Aku semakin terdesak, karena ia semakin dekat denganku, apalagi aku tak bisa mundur karena dibelakangku air danau yang tenang siap menenggelamkanku. Aku menangis ketakutan, karena jinggo benar-benar akan memakanku dan aku akan berakhir dalam taringnya yang tajam.
“tidaaaaaaaaaaaaaaaaak”. Teriakku, saat aku jatuh kedanau. Jinggo memang tak bisa mendekat kearahku lagi karena kucing tak bisa , itu membuatku lega namun tak menghindari bahaya yang akan aku dapatkan sebentar lagi, karena akupun tak bisa berenang. Aku beberapakali tergelam dan berhasil bernafas kepermukaan, namun aku letih dan kelelahan hingga tak bisa menggerakan kakiku lagi. Aku ingin sekali menyentuh batu yang ada dipinggir danau namun itu sangat sulit, aku benar-benar akan mati.
“ayah, ibu. Tolong dimas. Dimas ga mau mati tenggelam. Dimas janji ga bakal nakal lagi. Tolong dimas ayah”. Teriakku panik, nafasku sesak. dan aku sangat luar biasa letih hingga akhirnya kakiku tak bisa digerakan lagi.
“dimas..dimas..bangun”. teriak seseorang, saat aku membuka mata aku melihat jentik. Jentik kuning yang sangat besar ada dihadapanku. aku melihat tubuhku sudah berada di atas tanah dan jentik berada disisi danau dengan setengah tubuhnya berada diair.
“jentik, kau yang menolongku?”. Kataku sambik terisak sedih.
“iya dimas, aku jentik kuning, ikan peliharaan ayahmu. Aku tak mau melihat kau mati tenggelam karena ayahmu pasti akan sedih”. Katanya dengan mulut yang menguap-nguap.
“tapi kenapa kau menolongku, aku sudah jahat padamu, karena aku suka menjailimu dan selalu akan mencelakaimu”. Kataku bingung. Aku melihat tubuhnya yang kuning berkilauan karena terpapar sinar matahari, sirip dan sisiknya begitu indah terlihat.
“tentu saja aku akan menolongmu dimas, karena aku sayang padamu, pada ayahmu, pada ibumu, dan semua keluargamu. Aku sangat lama jadi peliharaan ayahmu. Apa kau tak ingat dimas, aku adalah hadiah saat kau baru lahir. Kata ayahmu, aku akan menjadi bagian keluargamu. Aku akan menemanimu dan mempercantik aquarium dirumahmu dengan kehadiranku.
“maafkan aku jentik kuning, aku selalu cemburu padamu padahal harusnya aku tak begitu, harusnya aku memeliharamu karena kau telah membuat seluruh keluargaku tersenyum akan kehadiran kau jentik”. Kataku dengan tangis yang membanjiri wajahku. aku mendekat kearah jentik mengusap sisiknya yang licin.
            Sesaat kemudian kegelapan kembali datang, ruangan yang gelap kembali menghampiriku, namun cahaya kembali datang. Dan kali ini aku melihat jentik ada didalam gengaman tanganku dan didepanku ada jinggo. Aku melihat jentik keukuran semula, ia terlihat menggerak-gerakkan tubuhnya, aku langsung berlari kearah aquarium, dan menjatuhkan jentik kembali kedalam air hingga ia bisa bernafas kembali. Aku memegang kaca aquarium dan mendekatkan wajahku.
“maafkan aku jentik. Maafkan aku karena berniat untuk mencelaikaimu. Kali ini, aku akan merawatmu”. Kataku. Jentik terlihat mendekat dan mengoyang-goyangkan siripnya yang kuning.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar