Cerpen
Karya:
Tia Destiani
“jentik kuning”
Aku sangat membenci
binatang,namun yang aku tak mengerti kenapa dirumahku begitu banyak binatang
yang dipelihara, dari mulai kura-kura brazil, katak sumpit afrika, ikan mas
koki, kucing persia, kelinci anggora, hingga burung perkutut. Dan yang lebih
aku tak mengerti setiap aku semakin membenci binatang peliharaan ayahku itu,
semua binatangnya sehat. Padahal beberapakali aku mencoba untuk membunuh ikan
mas yang diberi nama si jentik, dengan cara memasukan obat nyamuk cair kedalam
aquariumnya. Namun si jentik masih bisa bernafas dan melenggak-lenggokkan
siripnya.
“jentik kuning, ayah mau berangkat dulu
yah”. Kata ayah, sambil mengelus aquarium. Dan dibalik kaca, jentik kuning
mendekat, ia seperti mengerti apa yang dikatakan ayahku padanya. Aku yang
melihat kejadian itu sangat marah, dan begitu cemburu karena ayah lebih
perhatian kepada jentik, kepada ikan yang tak bisa bicara itu. sedangkan aku
anaknya tidak disapa sama sekali.
“akhirnya kau kutangkap”. Kataku senang,
setelah berhasil menangkap jentik, dan kali ini ikan berwarna kuning itu sudah
ada di dalam genggamanku. Tubuhnya sangat licin, hingga aku kesulitan
memegangnya, aku bisa merasakan ia bergerak-gerak dan ingin segera kabur dari
telapak tanganku, beberapakali aku melihat mulutnya terbuka dan menutup.
Mungkin kalau didalam air, ia sudah bisa bisa bernafas.
“jentik, sekarang akhir hidupmu”.
Kataku, aku berjalan kearah dapur, mengendap-ngendap karena takut kalau niat
jelekku itu ketahuan oleh ibu, ia pasti akan memarahiku karena ia juga amat
menyayangi jentik seperti ayahku. Aku melihat wajah jentik, tak terlihat wajah
ketakutan, mungkin karena dia binatang, padahal aku akan melemparnya kearah
jinggo kucing persia berwarna hitam. Kucing berbulu lebat itu seperti sudah tau
apa yang aku bawa, hidungnya seperti mencium aroma lezat sebuah hidangan.
Jinggo mendekat kearahku, mengintari kakiku. Aku bisa merasakan bulu yang
sangat halus menyentuh kakiku. Kali ini kukunya yang tajam mencoba untuk meraih
jentik, karena aku mulai mendekatkan jentik kehadapan jinggo.
“jentik kau tau, sebentar lagi. Aku akan
melemparmu ke depan jinggo. Dan kau akan merasakan taringnya yang tajam
ditubuhmu. Dan tak ada yang menolongmu karena ayah sedang kerja dan ibu sedang
belanja dan aku akan melihat tubuhmu di cabik-cabik oleh jinggo. Sebenarnya aku
masih ingin mempermainkan jentik namun tubuhnya yang licin membuatku tak bisa
memegangnya lagi dan akhirnya ia jatuh, lalu dengan cepat jinggo mendekat
kearah jentik. Aku berdiri memperhatikan jinggo dengan susah payah mencoba
meraih jentik namun jentik dengan gesit meloncat-loncat membuat jinggo semakin
ingin menerkamnya. Dan akhirnya ikan kecil itu kalah dan kali ini aku sedikit
menutup mata karena jentik tersangkut diantara taring jinggo.
Saat aku membuka mata, entah kenapa aku tak
melihat sedikitpun cahaya, hanya kegelapan yang aku lihat, ruangan dapur tempat
sebelumnya aku berdiri sudah tak terlihat lagi, tak ada lagi lemari kaca yang
dipenuhi piring dan barang pecah belah, meja makan, kulkas, kompor hitam. Aku juga
tak bisa melihat jentik yang sedang ketakutan karena akan menjadi santapan
jinggo. Aku ketakutan, sangat ketakutan karena ruangan yang aku pijak
benar-benar gelap, hingga aku berkeringat dan menahan nafas. Namun sedetik kemudian
aku bisa melihat cahaya didepanku, setitik cahaya, aku berlari kearahnya.
Cahaya itu bersinar semakin besar dan kali ini aku bisa melihat. Aku tak tau
aku berada dimana, namun sejauh mata ini memandang yang aku lihat hanya
pepohonan yang rimbun.
Aku berjalan ditanah
yang basah, saat aku melihat kebawah sendal bergambar sponge bob yang aku pakai
sudah dipenuhi oleh lumpur. Aku baru menyadari, aku berada di hutan yang
dipenuhi oleh pohon-pohon kapuk yang tinggi menjulang, yang daunnya sangat
rindang dan lebat. Aku mendekat kearah tubuh pohon itu yang ditutupi oleh
lumut-lumut hijau, disisinya berbagai macam tanaman yang aku tak tahu namanya
tumbuh lebat, diselingi oleh rerumputan yang basah. Aku duduk di akar pohon
itu, akar yang sangat besar hingga tubuhku yang kecil merasa seperti kerdil.
Aku bisa mencium aroma tanaman yang menyejukan pernafasan dan udara yang bersih
yang membuat aku nyaman duduk di hutan ini. saat aku menatap dedaunan aku
melihat dua kupu-kupu yang sangat cantik, yang pertama berwarna merah dengan
garis kuning memanjang ditubuhnya, yang kedua berwarna hitam pekat namun tetap
terlihat cantik. Kedua binatang bersayap itu mengintari tubuhku, terbang dengan
pelan, salah satu dari mereka yang berwarna merah hinggap dilenganku, aku bisa
merasakan ia menggerakan sayapnya yang lembut. Namun saat aku akan menangkapnya
mereka terbang menjauh, aku berlari mengejar kupu-kupu itu. hingga tak terasa
aku sudah menjauh dari pepohonan yang rimbun.
Kini didepanku terlihat
sebuah danau yang hijau, danau itu sangat besar, beberapa rakit kayu mengapung
diatasnya, aku berjalan kearah air yang tenang itu. aku mencipratkan air itu
kewajahku, terasa segar dipori-pori kulitku. aku sangat senang berada di tempat
yang aku tak tau namanya ini, aku merasa sudah ada disurga. Namun kesenangan
itu berhenti karena aku melihat sesuatu yang besar mendekat, bergerak dibalik
semak-semak. Hingga pepohonan terlihat bergerak-gerak. aku mendekat kearah
suara yang mencurigakan itu, aku sangat kaget karena aku melihat jinggo, kucing
kesayangan ayahku itu sangat besar bahkan berlipat-lipat ukurannya dari yang
semula. Bulu yang hitam dan halus terlihat menyeramkan, karena sangat besar.
aku menundukan kepala menahan takut, saat jinggo meloncat kearahku, ia mengkantupkan
rahangnya, lalu membukanya pelan-pelan, memperlihatkan taring putihnya yang
tajam, ia seperti siap menyerangku dengan taringnya itu, mencabik-cabik tubuhku
yang kecil, tubuh seorang anak berusia 7 tahun. Aku benar-benar ketakutan dan
menggigil hebat, keringat tak berhenti bercucuran dari balik dahiku. aku ingin
berlari, namun langkah kakiku seperti tertahan, jinggo semakin mendekat
kearahku, kali ini ia memperlihatkan kuku-kukunya yang runcing, seperti pisau
tajam yang siap mencabik tubuhku.
“bagaimana ini, kenapa jinggo bisa
sebesar itu, ia seperti raksasa. Tolong...tolong”. terikku, kali ini aku
berlari sekuat mungkin, menjauh dari kukunya yang runcing. Aku semakin
terdesak, karena ia semakin dekat denganku, apalagi aku tak bisa mundur karena
dibelakangku air danau yang tenang siap menenggelamkanku. Aku menangis
ketakutan, karena jinggo benar-benar akan memakanku dan aku akan berakhir dalam
taringnya yang tajam.
“tidaaaaaaaaaaaaaaaaak”. Teriakku, saat
aku jatuh kedanau. Jinggo memang tak bisa mendekat kearahku lagi karena kucing
tak bisa , itu membuatku lega namun tak menghindari bahaya yang akan aku
dapatkan sebentar lagi, karena akupun tak bisa berenang. Aku beberapakali
tergelam dan berhasil bernafas kepermukaan, namun aku letih dan kelelahan
hingga tak bisa menggerakan kakiku lagi. Aku ingin sekali menyentuh batu yang
ada dipinggir danau namun itu sangat sulit, aku benar-benar akan mati.
“ayah, ibu. Tolong dimas. Dimas ga mau
mati tenggelam. Dimas janji ga bakal nakal lagi. Tolong dimas ayah”. Teriakku
panik, nafasku sesak. dan aku sangat luar biasa letih hingga akhirnya kakiku
tak bisa digerakan lagi.
“dimas..dimas..bangun”. teriak
seseorang, saat aku membuka mata aku melihat jentik. Jentik kuning yang sangat
besar ada dihadapanku. aku melihat tubuhku sudah berada di atas tanah dan
jentik berada disisi danau dengan setengah tubuhnya berada diair.
“jentik, kau yang menolongku?”. Kataku
sambik terisak sedih.
“iya dimas, aku jentik kuning, ikan
peliharaan ayahmu. Aku tak mau melihat kau mati tenggelam karena ayahmu pasti
akan sedih”. Katanya dengan mulut yang menguap-nguap.
“tapi kenapa kau menolongku, aku sudah
jahat padamu, karena aku suka menjailimu dan selalu akan mencelakaimu”. Kataku
bingung. Aku melihat tubuhnya yang kuning berkilauan karena terpapar sinar matahari,
sirip dan sisiknya begitu indah terlihat.
“tentu saja aku akan menolongmu dimas,
karena aku sayang padamu, pada ayahmu, pada ibumu, dan semua keluargamu. Aku
sangat lama jadi peliharaan ayahmu. Apa kau tak ingat dimas, aku adalah hadiah
saat kau baru lahir. Kata ayahmu, aku akan menjadi bagian keluargamu. Aku akan
menemanimu dan mempercantik aquarium dirumahmu dengan kehadiranku.
“maafkan aku jentik kuning, aku selalu
cemburu padamu padahal harusnya aku tak begitu, harusnya aku memeliharamu karena
kau telah membuat seluruh keluargaku tersenyum akan kehadiran kau jentik”.
Kataku dengan tangis yang membanjiri wajahku. aku mendekat kearah jentik
mengusap sisiknya yang licin.
Sesaat
kemudian kegelapan kembali datang, ruangan yang gelap kembali menghampiriku,
namun cahaya kembali datang. Dan kali ini aku melihat jentik ada didalam
gengaman tanganku dan didepanku ada jinggo. Aku melihat jentik keukuran semula,
ia terlihat menggerak-gerakkan tubuhnya, aku langsung berlari kearah aquarium,
dan menjatuhkan jentik kembali kedalam air hingga ia bisa bernafas kembali. Aku
memegang kaca aquarium dan mendekatkan wajahku.
“maafkan aku jentik. Maafkan aku karena
berniat untuk mencelaikaimu. Kali ini, aku akan merawatmu”. Kataku. Jentik
terlihat mendekat dan mengoyang-goyangkan siripnya yang kuning.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar